Kemarin saya mengalami operasi kecil sekali lagi.
Operi gusi untuk membuka geraham bungsu saya.
Dan saya kemudian menyadari beberapa hal.
Dulu saya taku banget sama yang namanya dokter gigi.
Buat saya, tidak ada lagi yang lebih menyeramkan dibandingkan dengan dokter gigi.
Tapi semakin dewasa saya semakin berani dengan dokter gigi.
Dulu ibu saya sampai harus berada di samping saya untuk menenangkan saya yang biasanya menangis kencang.
Tapi kali ini berbeda.
Dengan langkah gagah berani saya memasuki praktek dokter gigi,
Duduk di kursi hidroliknya, dan membuka mulut saya bahkan sebelum disuruh.
Dokter gigi saya memeriksa sebentar, menyentuhkan alat-alatnya yang menyeramkan ke beberapa gigi saya,
Dan pada akhirnya menyuruh asistennya untuk mengambilkan obat bius.
Saat itu saya baru menyadari masalah apa yang akan terjadi berikunya.
Saya panik, telapak tangan tiba-tiba basah.
Tapi saya mencoba untuk tetap terlihat santai.
Asisten sang dokter gigi mendekati kursi hidrolik saya, dan terlihat memberikan suntikan kepada dokter.
Suntikan itu kecil, berujung bengkok dan berisi cairan berwarna cokelat keruh.
Dokter harus menyuruh saya membuka mulut kali ini, dan dengan santai menyuntikkan anasthesi ke beberapa bagian dalam mulut saya.
Ada tiga titik yang sangat sakit seingat saya.
Tapi saya terlalu gengsi untuk menangis kali ini.
Reaksi saya kali itu hanya menggerakkan kali sedikit, dengan tangan semakin basah.
Dokter selesai menyuntikkan anasthesi ke dalam mulut saya, ia meminta saya untuk berkumur.
Saya menurutinya.
Tidak beberapa lama saya merasa lidah pipi saya mati rasa dan lidah menebal.
Anasthesi sudah bekerja.
Dokter meminta saya untuk berbaring lagi, dan membuka mulut saya.
Ia sudah dua kali meminta itu kepada saya.
Hitungan itu kuhitung betul. Dua kali.
Dengan bebas ia memasukkan alat entah apa ke dalam mulut saya.
Menekannya sedit, atau banyak? Entah lah.
Saya tidak merasakan sakit apapun, tapi masih bisa merasakan tekananya sedikit.
Dan dokter mulai bekerja dengan tenang.
Sesekali ia menyuruh asistennya untuk membantunya.
Dan dengan menit yang cukup lama, operasi kecil itu selesai.
Seperti dokter gigi manapun, dokter ini juga mempelihatkan 'hasil kerjanya' kali ini.
Dia menaruh potongan gusi kecil di atas kain kassa sambil bilang, "ambil. Buat kenang-kenangan".
Saya pun kali itu cuma bisa menerima kassa kecil itu sambil merasakan kebas di sekitar mulut.
Saya kembali duduk di ruang tamu sang dokter.
Menunggu ayah saya yang juga teman dokter gigi selesai mengobrol.
Sesekali mereka mengobrolkan orang yang saya kenal, selebihnya berbicara entah tentang siapa.
Kemudian saya berpikir, kali ini saya hebat juga ya?
Tidak takut atau pun menangis ketika ke dokter gigi kali ini.
Saya percaya bahwa anasthesi akan membantu saya untuk tidak merasakan sakit sedikitpun.
Tapi ada satu hal yang saya lupa, bahwa proses memasukkan anasthesi itu yang sangat menyiksa.
Dan saya mulai mengingat-ingat rasa saat saya dibius lokal.
Kalau saya boleh jujur, saya mulai menikmati rasa sakitnya pada satu titik terakhir, yang juga titik yang paling nyeri saat disuntik.
Kata seseorang, 'wanita diciptakan untuk menahan sakit tiga kali lebih baik dari pada pria'.
Mungkin karena itu, atau mungkin saya sudah terlali terbiasa dengan rasa sakit yang lain? Haha
Semacam menikmati menjadi masokis?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar