Kamis, 12 November 2015

Tentang Papa Yang Seorang Ayah


Dulu saya selalu melihat ayah saya sebagai orang yang galak, tegas dan dominan di rumah.
Kalau bisa saya ibaratkan, ayah saya adalah salah satu contoh nyata dari Alpha Male. Tegas, sangat 'lelaki' dan dominan.
Ada sebuah quote yang mengatakan bahwa, "Pada akhirnya seorang anak perempuan, akan mencari pasangan yang mirip seperti ayahnya". 
Tapi tidak dengan saya. Beberapa tahun silam, mungkin saat itu saya masih SMP, saya malah tidak mau mempunyai pasangan seperti ayah saya, saat itu.
Saya tidak mau mempunyai pasangan yang galak, tegas, suka marah-marah, dominan dan tidak romantis.

Tetapi ternyata setiap quotes yang ada tidak dibikin dengan main-main. Pasti quotes tersebut tercipta karena pemikiran yang mendalam dan dari pengalaman yang tidak sedikit.
Beberapa tahun setelah saya ngebatin hari itu, saya harus mengakui bahwa standar saya dalam 'melihat' seorang lelaki adalah dengan ayah saya sebagai pembandingnya.
Dulu ayah saya terlihat galak dan suka marah-marah, sekarang saya kalau melihat lelaki yang bertutur kata lemah lembut seperti 'kurang laki' gitu. Hehe. Dulu saya melihat ayah saya sebagai seorang yang pengatur dan dominan, sekarang saya suka sebal sendiri kalau menghadapi lelaki yang tidak bisa menentukan pilihan, tidak bisa memutuskan kita akan jalan ke mana dan memberikan saya kebebasan untuk menentukan kita makan apa malam ini (yang biasanya akan saya jawab dengan satu kalimat sakti, 'terserah').

Selain sifat-sifat yang saya sebutkan di atas, ayah saya adalah seorang yang amat cerdas. Ia seperti ensiklopedia berjalan. Jauh sebelum saya mengenal google, ayah saya adalah orang pertama yang saya akan tanya tentang banyak hal yang tidak saya ketahui jawabannya. Ia mungkin akan menjadi orang yang akan saya telepon saat mengambil pilihan bantuan 'Phone a Friend' kalau kuis Who Wants To Be a Millionaire masih ada.

Walaupun tampilan ayah saya cukup seram dengan kumis tebalnya, sebenarnya ia sangat ramah. Ia suka sekali berbicara tentang banyak hal dengan banyak orang. Dari mulai dokter, politikus partai sampai tukang jaga pom bensin sering ia ajak mengobrol. Ibu saya terkadang suka sebal kalau ia mengajak ayah ke pasar. Kegiatan berbelanja akan berakhir dengan waktu yang menjadi 2x lipat lebih lama karena ayah saya sibuk mengajak ngobrol tukang sayur dan tukang daging.

Mengingat saya cukup keras kepala, maka saya sadar betul bahwa saya membutuhkan laki-laki yang keras kepalanya jauh di atas saya. Seseorang yang akan kekeuh merayu saya untuk mau mengikuti perkataan dan pemikirannya. Seseorang yang akan 'memaksa' saya untuk mempercayainya tanpa saya ragu dengan banyak bertanya.

Ayah saya adalah seorang yang royal. Ia berprinsip bahwa harta yang ia punya hanyalah titipan dan tidak akan dibawa mati. Maka dari itu ayah saya tidak 'hitung-hitungan' soal uang. Yah, walaupun seringkali sifatnya yang satu ini dimanfaatkan oleh teman-temannya. Sekarang, saya suka gemas sendiri kalau bersama laki-laki yang perhitungan dan cenderung pelit. Bukannya saya tidak mampu membayar sendiri ya, tetapi alangkah baiknya apabila lelaki itu tidak terlalu perhitungan, misalnya sampai minta pisah bon saat makan bersama agar ia tidak terjadi salah hitung tagihan makan kami berdua. Ew.

Di antara teman-temannya, ayah saya juga terkenal mampu menghidupkan suasana, entah dengan jokes-nya yang garing atau dengan sifat usilnya. Sekarang, saya menyadari bahwa saya menaruh perhatian berlebih pada lelaki yang mampu membikin suasana menjadi ramai menyenangkan ketika berkumpul.

Yah, pada akhinya saya harus mengakui bahwa (mungkin) saya mencari pasangan yang (ada) mirip(nya) dengan ayah saya.

Selamat hari ayah, Papa. Semoga Papa selalu sehat dan bahagia yaa :)