Jumat, 16 September 2011

Rollercoaster

Banyak yang bilang bahwa hidup seperti rollercoaster, tetapi tidak bagi saya.
Saya terlalu pengecut untuk naik permainan itu.
Belum juga duduk di bangku dan mengencangkan sabuk pengaman, tetapi saya sudah ketakutan.
Terbayang sudah sensasi ketakutan bahkan sebelum saya memejamkan mata.
Sudah berteriak bahkan sebelum mulut terbuka.
Aneh memang.

Saya ingin menyamakan hiidup dengan bianglala.
Boleh kah?
Saya menyukai permainan itu. Entah mengapa.
Ada sensasi tidak menyenangkan ketika saya berada jauh di atas bumi. Dan angin menerpa wajah tanpa ampun.
Dan ada kelegaan penuh ketika memperpedek jarak dengan bumi.
Selalu begitu, berlangsung beberapa masa.
Lambat tapi mengasyikan.

Tapi permainan itu pada akhirnya akan selesai.
Saya harus turun dari sana dan mungkin naik ke permainan lain.
Rollercoaster mungkin?
Mengumpulkan seluruh keberanian untuk duduk di bangkunya yang kurang nyaman.
Mengencangkan sabuk pengaman, mengucap sepotong doa.
Lalu menutup mata dan pasrah mengikuti gerakannya.

saya ingin turun dari situ.

Dongeng Tentang Hujan dan Sore

Saya mengutip kalimat ini dari blog seorang teman.
Didi namanya. Saya biasa memanggilnya dengan sebutan "Abang".
Saya belum meminta izinnya ketika mem-paste nya di blog saya ini.
Tapi segera setelah saya tekan tombol 'terbitkan entri'

"Dalam sebuah kisah, sebuah hujan datang untuk menemui sore.
Kemudian mereka berdua bertemu, hujan dan sore.
Tetapi sore tidak sempat menemani hujan begitu lama.
Sore pergi ke tempat lain untuk menghormati waktu.
Hujan kesepian.
Akhirnya hujan pergi ke tempat lain yang tak pernah ia datangi.
Kebung bunga di belakang rumah.
(Dongeng tentang hujan dan sore)"


Ah- entah kenapa saya selalu suka caranya bercerita.
Kalau kamu suka juga dengan potongan cerita yang saya "curi" diatas,
silakan berkunjung ke blognya Bang Didi